Laman

Minggu, 06 Juni 2010

_Tana ToRaJa_


Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 650.000 jiwa, dengan 450.000 diantaranya masih tinggal di kabupaten Tana Toraja. Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.

Kata toraja berasal dari bahasa Bugis, to riaja, yang berarti "orang yang berdiam di negeri atas". Pemerintah kolonial Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun 1909. Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Ritual pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari.

Sebelum abad ke-20, suku Toraja tinggal di desa-desa otonom. Mereka masih menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. Pada awal tahun 1900-an, misionaris Belanda datang dan menyebarkan agama Kristen. Setelah semakin terbuka kepada dunia luar pada tahun 1970-an, kabupaten Tana Toraja menjadi lambang pariwisata Indonesia. Tana Toraja dimanfaatkan oleh pengembang pariwisata dan dipelajari oleh antropolog. Masyarakat Toraja sejak tahun 1990-an telah banyak berubah, dari masyarakat berkepercayaan tradisional dan agraris, menjadi masyarakat yang mayoritas beragama Kristen dan mengandalkan sektor pariwisata yang terus meningkat.

Kebanyakan masyarakat Toraja hidup sebagai petani.Komoditi andalan dari daerah Toraja adalah sayur-sayuran,kopi, cengkeh, cokelat, dan vanili.

Perkenonomian di Tana Toraja digerakkan oleh 6 pasar tradisional dengan sistem perputaran setiap 6 hari. Ketujuh pasar yang ada ialah:

  1. Pasar Makale
  2. Pasar Rantepao
  3. Pasar Ge'tengan
  4. Pasar Sangalla'
  5. Pasar Rembon
  6. Pasar Salubarani

Upacara Kematian di Tana Toraja

Tiap daerah punya tradisi menghormati kematian. Jika di Bali kita kenal dengan istilah Ngaben, di Sumatera Utara, Sarimatua, maka di Tana Toraja dikenal dengan upacara Rambu Solo'. Persamaan dari ketiganya: ritual upacara kematian dan penguburan jenazah. Di Tana Toraja sendiri memiliki dua upacara adat besar yaitu Rambu Solo' dan Rambu Tuka. Rambu Solo' merupakan upacara penguburan, sedangkan Rambu Tuka, adalah upacara adat selamatan rumah adat yang baru, atau yang baru saja selesai direnovasi.



Rambu Solo' merupakan acara tradisi yang sangat meriah di Tana Toraja, karena memakan waktu berhari-hari untuk merayakannya. Upacara ini biasanya dilaksanakan pada siang hari, saat matahari mulai condong ke barat dan biasanya membutuhkan waktu 2-3 hari. Bahkan bisa sampai dua minggu untuk kalangan bangsawan. Kuburannya sendiri dibuat di bagian atas tebing di ketinggian bukit batu.

Karena menurut kepercayaan Aluk To Dolo (kepercayaan masyarakat Tana Toraja dulu, sebelum masuknya agama Nasrani dan Islam) di kalangan orang Tana Toraja, semakin tinggi tempat jenazah tersebut diletakkan, maka semakin cepat pula rohnya sampai ke nirwana.

Tana Toraja Upacara ini bagi masing-masing golongan masyarakat tentunya berbeda-beda. Bila bangsawan yang meninggal dunia, maka jumlah kerbau yang akan dipotong untuk keperluan acara jauh lebih banyak dibanding untuk mereka yang bukan bangsawan. Untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau bisa berkisar dari 24 sampai dengan 100 ekor kerbau. Sedangkan warga golongan menengah diharuskan menyembelih 8 ekor kerbau ditambah dengan 50 ekor babi, dan lama upacara sekitar 3 hari.

Tapi, sebelum jumlah itu mencukupi, jenazah tidak boleh dikuburkan di tebing atau di tempat tinggi. Makanya, tak jarang jenazah disimpan selama bertahun-tahun di Tongkonan (rumah adat Toraja) sampai akhirnya keluarga almarhum/ almarhumah dapat menyiapkan hewan kurban. Namun bagi penganut agama Nasrani dan Islam kini, jenazah dapat dikuburkan dulu di tanah, lalu digali kembali setelah pihak keluarganya siap untuk melaksanakan upacara ini.

Bagi masyarakat Tana Toraja, orang yang sudah meninggal tidak dengan sendirinya mendapat gelar orang mati. Bagi mereka sebelum terjadinya upacara Rambu Solo' maka orang yang meninggal itu dianggap sebagai orang sakit. Karena statusnya masih 'sakit', maka orang yang sudah meninggal tadi harus dirawat dan diperlakukan layaknya orang yang masih hidup, seperti menemaninya, menyediakan makanan, minuman dan rokok atau sirih. Hal-hal yang biasanya dilakukan oleh arwah, harus terus dijalankan seperti biasanya.

Jenazah dipindahkan dari rumah duka menuju tongkonan pertama (tongkonan tammuon), yaitu tongkonan dimana ia berasal. Di sana dilakukan penyembelihan 1 ekor kerbau sebagai kurban atau dalam bahasa Torajanya Ma'tinggoro Tedong, yaitu cara penyembelihan khas orang Toraja, menebas kerbau dengan parang dengan satu kali tebasan saja. Kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu. Setelah itu, kerbau tadi dipotong-potong dan dagingnya dibagi-bagikan kepada mereka yang hadir.

Jenazah berada di tongkonan pertama (tongkonan tammuon) hanya sehari, lalu keesokan harinya jenazah akan dipindahkan lagi ke tongkonan yang berada agak ke atas lagi, yaitu tongkonan barebatu, dan di sini pun prosesinya sama dengan di tongkonan yang pertama, yaitu penyembelihan kerbau dan dagingnya akan dibagi-bagikan kepada orang-orang yang berada di sekitar tongkonan tersebut.

Seluruh prosesi acara Rambu Solo' selalu dilakukan pada siang hari. Siang itu sekitar pukul 11.30 Waktu Indonesia Tengah (Wita), kami semua tiba di tongkonan barebatu, karena hari ini adalah hari pemindahan jenazah dari tongkonan barebatu menuju rante (lapangan tempat acara berlangsung).

Jenazah diusung menggunakan duba-duba (keranda khas Toraja). Di depan duba-duba terdapat lamba-lamba (kain merah yang panjang, biasanya terletak di depan keranda jenazah, dan dalam prosesi pengarakan, kain tersebut ditarik oleh para wanita dalam keluarga itu).

Prosesi pengarakan jenazah dari tongkonan barebatu menuju rante dilakukan setelah kebaktian dan makan siang. Barulah keluarga dekat arwah ikut mengusung keranda tersebut. Para laki-laki yang mengangkat keranda tersebut, sedangkan wanita yang menarik lamba-lamba.

Tana Toraja Dalam pengarakan terdapat urut-urutan yang harus dilaksanakan, pada urutan pertama kita akan lihat orang yang membawa gong yang sangat besar, lalu diikuti dengan tompi saratu (atau yang biasa kita kenal dengan umbul-umbul), lalu tepat di belakang tompi saratu ada barisan tedong (kerbau) diikuti dengan lamba-lamba dan yang terakhir barulah duba-duba.

Jenazah tersebut akan disemayamkan di rante (lapangan khusus tempat prosesi berlangsung), di sana sudah berdiri lantang (rumah sementara yang terbuat dari bambu dan kayu) yang sudah diberi nomor. Lantang itu sendiri berfungsi sebagai tempat tinggal para sanak keluarga yang datang nanti. Karena selama acara berlangsung mereka semua tidak kembali ke rumah masing-masing tetapi menginap di lantang yang telah disediakan oleh keluarga yang sedang berduka.

Iring-iringan jenazah akhirnya sampai di rante yang nantinya akan diletakkan di lakkien (menara tempat disemayamkannya jenazah selama prosesi berlangsung). Menara itu merupakan bangunan yang paling tinggi di antara lantang-lantang yang ada di rante. Lakkien sendiri terbuat dari pohon bambu dengan bentuk rumah adat Toraja. Jenazah dibaringkan di atas lakkien sebelum nantinya akan dikubur. Di rante sudah siap dua ekor kerbau yang akan ditebas.

Setelah jenazah sampai di lakkien, acara selanjutnya adalah penerimaan tamu, yaitu sanak saudara yang datang dari penjuru tanah air. Pada sore hari setelah prosesi penerimaan tamu selesai, dilanjutkan dengan hiburan bagi para keluarga dan para tamu undangan yang datang, dengan mempertontonkan ma'pasilaga tedong (adu kerbau). Bukan main ramainya para penonton, karena selama upacara Rambu Solo', adu hewan pemamah biak ini merupakan acara yang ditunggu-tunggu.

Selama beberapa hari ke depan penerimaan tamu dan adu kerbau merupakan agenda acara berikutnya, penerimaan tamu terus dilaksanakan sampai semua tamu-tamunya berada di tempat yang telah disediakan yaitu lantang yang berada di rante. Sore harinya selalu diadakan adu kerbau, hal ini merupakan hiburan yang digemari oleh orang-orang Tana Toraja hingga sampai pada hari penguburan. Baik itu yang dikuburkan di tebing maupun yang di patane' (kuburan dari kayu berbentuk rumah adat).


TONGKONAN (Rumah Adat Toraja)

Konon bentuk tongkonan menyerupai perahu kerajaan Cina jaman dahulu

Terik sinar matahari terasa semakin menyengat mata pada saat dipantulkan oleh papan berwarna merah yang menopang sebuah bangunan dengan bentuknya bak perahu kerajaan Cina, guratan pisau rajut merajut di atas papan benwarna merah membentuk ukiran sebagai pertanda status sosial pemilik bangunan, ditambah lagi oleh deretan tanduk kerbau yang terpasang/digantung di depan rumah, semakin menambah keunikan bangunan yang terbuat dari kayu tersebut. Bentuk bangunan unik yang dapat dijumpai dihampir setiap pekarangan rumah masyarakat Toraja ini, lebih dikenal dengan sebutan nama Tongkonan.

Konon kata Tongkonan berasal dari istilah "tongkon" yang berarti duduk, dahulu rumah ini merupakan pusat pemerintahan, kekuasaan adat dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Tana Toraja. Rumah ini tidak bisa dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki secara turun-temurun oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja. Dengan sifatnya yang demikian, tongkonan mempunyai beberapa fungsi, antara lain: pusat budaya, pusat pembinaan keluarga, pembinaan peraturan keluarga dan kegotongroyongan, pusat dinamisator, motivator dan stabilisator sosial.

Oleh karena Tongkonan mempunyai kewajiban sosial dan budaya yang juga bertingkat-tingkat di masyarakat, maka dikenal beberapa jenis tongkonan, antara lain yaitu Tongkonan Layuk atau Tongkonan Pesio' Aluk, yaitu Tongkonan tempat menciptakan dan menyusun aturan-aturan sosial keagamaan.....


KawAsaN WiSata MaLinO


Malino...


Merupakan salah satu objek wisata alam yang mempunyai daya tarik luar biasa, jaraknnya sekitar 90 km dari kota Makassar, tepatnya di Tingimoncong kabupaten Gowa.

Terletak di sebelah selatan kota Makassar, dengan gunung-gunung yang sangat kaya dengan pemandangan batu Gamping dan pinus. Berbagai jenis tanaman Tropis yang indah,tumbuh dan berkembang di kota yang dingin ini. Selain itu, Malino pun menghasilkan buah-buahan dan sayuran khas yang tumbuh dilereng gunung Bawakaraeng. Sebagian masyarakat Sulawesi Selatan masih mengkulturkan gunung itu sebagai tempat suci dan keramatkan.

Malino adalah kawasan wisata di Kabupaten Gowa. Perjalanan dari kota Makassar menuju daerah ini memakan waktu sekitar 2 jam. Wisata air terjun seribu tangga, Air Terjun Takapala, Kebun Teh Nittoh, Lembah Biru dan Gunung Bawakaraeng menjadi ciri khas kota Malino. Oleh-oleh khas daerah ini adalah buah Markisa ,dodol ketan, Tenteng Malino, apel, wajik, dll. Malino juga menjadi daerah penghasil beras bagi wilayah Sulawesi Selatan.

Malino, Keindahan Alam Sulawesi yang Memukau





Kawasan Puncak pegunungan merupakan salah satu alternatif tujuan wisata yang banyak dipilih masyarakat, khususnya bagi orang-orang kota yang sehari-hari sibuk dengan pekerjaan, hawa panas, dan asap knalpot.

Memanjakan diri di kawasan pegunungan yang berhawa dingin, panorama alam yang indah (bukan tembok-tembok tinggi yang angkuh yang dijumpai di kota-kota macam Jakarta), sungguh menjadi sarana melepas kepenatan. Tak ada kebisingan yang membuat telinga menjadi tidak lagi “peka” terhadap gejala-gejala alam.

Mendengar kata “Puncak”, yang mungkin terbayang adalah sebuah tempat antara Bogor dan Cianjur yang kini telah dipenuhi vila-vila orang kota. Tak banyak yang tahu bahwa daerah di luar Jawa pun memiliki kawasan puncak yang tak kalah indah memesona.



Kota Malino, yang terletak 90 km arah selatan Kota Makassar, tepatnya di Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, merupakan salah satu kawasan wisata alam yang memiliki daya tarik yang luar biasa, seperti kawasan puncak Bogor ataupun Bandung.

Jalan menanjak dan berkelok-kelok dengan melintasi deretan pegunungan dan lembah yang indah bak lukisan alam, akan mengantarkan Anda ke kota Malino. Kawasan tersebut terkenal sebagai kawasan rekreasi dan wisata sejak zaman penjajahan Belanda.

Banyak pengunjung yang datang baik dari Kota Makassar maupun dari daerah-daerah lain di Sulawesi Selatan untuk mendapatkan tempat rekreasi dan refreshing yang nyaman, terutama pada saat weekend atau liburan.

“Hawanya sejuk, pemandangannya indah dan membuat hati tenang, itu yang membuat saya dan kebanyakan orang jadi betah tinggal di kota Malino” kata Yunus, seorang pendatang dari Kota Makassar.


Flora dan Fauna
Yang membuatnya istimewa adalah di Malino bukan hanya terdapat vila dan penginapan di perbukitan tempat menikmati hawa dinginnya dengan pesona alam yang luar biasa, tetapi juga tempat yang berketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut ini memiliki objek-objek wisata yang menarik dan potensial akan flora dan fauna yang beraneka ragam.

Mulai dari Air Terjun Takapala yang terletak di daerah Bulutana, Air Terjun Lembanna yang kira-kira 8 km dari Kota Malino, Hutan Wisata Malino yang lebih dikenal dengan sebutan Hutan Pinus. Sementara di Malino, terdapat Permandian Lembah Biru. Objek-objek wisata itu tidak pernah sepi oleh pengunjung, apalagi di hari-hari libur.

Dalam taman wisata alam Malino ditemui berbagai jenis fauna seperti burung nuri (Trichaglossus flavoridis), kera hitam (Macaca maura), biawak (Varanus salvator), jalak kerbau (Acridatheres sp), raja udang (Halcyon sp), dan burung gelatik (Padda oryzofora).



Flora yang dimiliki mulai dari pohon pinus (Pinus merkusi) yang merupakan flora yang mendominasi Taman Wisata Alam Malino dan umurnya sudah cukup tua. Selain itu, terdapat pula jenis floran lain seperti akasia (Acasia auriculiformis) jabon (Anthocepthalus cadamba), beringin (Ficus benjamina), ekaliptus (Eucalyptus sp), edelweis (Edelwesy sp), rotan (Calamus sp), kenanga (Cananga ordorata) dan beberapa jenis perdu.

Keindahan alam Malino yang dikenal sejak zaman kolonial Belanda juga menyimpan tumbuhan peninggalan Belanda yang sampai sekarang bisa ditemukan, namun terbilang langka, yaitu termasuk edelweis dan pohon turi yang bunganya berwarna oranye. Saat mekar, bunga-bunga ini terlihat indah, apalagi jika dilihat dari udara atau kejauhan. Pemandangan seperti ini jarang ditemukan di tempat lain. Karena itulah, Malino juga dijuluki sebagai Kota Kembangnya Sulawesi Selatan.

Sedikit ke daerah atas terlihat dengan jelas hamparan sayur-mayur yang hijau. Tanaman hortikultura seperti kol, vetsai, bawang prei, kentang dan tomat, digarap oleh para petani desa setempat. Tepatnya terletak di daerah Kanrepia. Sementara itu kalau kita ke daerah Pattapang, terdapat perkebunan teh milik Nittoh asal jepang yang juga menjadi salah satu objek wisata Malino yang digemari karena hamparan hijaunya yang cantik dan memukau.

Di Malino juga terdapat perkebunan Markisa yang terkenal menghasilkan buah markisa yang manis, yang dapat diperoleh di pasar-pasar tradisonal di Malino.


Lengkap sudah kepuasan yang disediakan kawasan wisata alam Malino. Walaupun belum banyak dikenal di luar daerah Sulawesi Selatan, sebagaimana kawasan puncak Bogor dan Bandung, Malino merupakan prospek pariwisata yang sangat potensial. Keindahan Panorama Alam yang memukau, potensi flora dan faunanya, dan kenyamanan yang dijanjikannya, membuatnya berpeluang menjadi salah satu objek wisata yang terkenal di Nusantara.

Sabtu, 05 Juni 2010

PeMandiAn AiR PaNas _LeJJa_

Lejja,,,

Merupakan salah satu objek wisata andalan yang banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik dan manca negara. Pemandian ini berada dalam kawasan hutan lindung yang berbukit dengan panorama alam yang indah, sejuk, nyaman di Desa BuluE, Kecamatan Marioriawa, sekitar 44 km sebelah utara Kota Soppeng, dengan sumber air panas alam yang dapat menyembuhkan penyakit rematik dan gatal-gatal.

Obyek wisata ini dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai seperti air bersih, listrik, areal parkir, jalan beraspal, guest House, Kolam berendam, lapangan tenis dan baruga wisata untuk pertemuan dengan daya tampung 300 orang.

Baruga WisataSaung
Penginapan

Jadi kayaknya tidak ada lagi yang kurang semua telah tersedia disini, dengan suasana yang masih alami dan Asri.

TaMan HiBuraN `MatTaMpa`

Mattampa....

Tepatnya di Kabupaten Pangkajene kepulauan , Sulawesi Selatan (Sulsel) yang jaraknya sekitar 50 kilometer dari Kota Makassar (Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan) , selain terkenal sebagai pemasok ikan bandeng, juga menjadi satu-satunya daerah di Sulsel yang memiliki dunia fantasi (dufan) mirip Dufan di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta.
Taman Hiburan Mattampa, yang sangat menariknya dengan Dufan Mattampa ini yaitu. “Surga bermain” itu menyatu dengan alam pegunungan yang memberikan pesona tersendiri.

Taman Hiburan Mattampa - Surga bermain untuk berbagai/ segala usia. menikmati panorama alam dan gua-gua di pegunungan karst terpanjang kedua di dunia setelah pegunungan karst di China ini.
Lokasi sangat strategis, karena berada di jalan poros trans sulawesi, sangat mudah dicapai dengan segala macam kendaraan darat dan pintu gerbangnya langsung terlihat.
Dekat lokasi parkir, ditempatkan museum karst yang di dalamnya terdapat aneka batu-batuan karst dan fauna yang habitatnya di pegunungan batu kapur itu.
Masuk kawasan ini ,langsung disambut dengan dua patung replika kuda putih yang merupakan patung penyambut selamat datang. yang diiringi berbagai jenis pepohonan yang hijau dan embusan angin semilir.
Bunyi gemericik air dan suara anak kecil bermain terdengar riuh rendah, Permainan memanjat tali, meniti dan bergelantungan di atas anyaman tali, sampai dengan permainan yang menantang ketangkasan .
dan aneka permainan seperti komedi putar, kincir, bebek-bebekan, kereta gajah dan kereta wisata.
Terdapat dua kolam renang yang dikhususkan bagi dewasa dengan kedalaman 4,5 meter dan bagi anak-anak . Sumber air kedua kolam renang ini diperoleh dari pegunungan karst yang berada di sekitar kawasan Pangkep. dan sangat jernih . Kedua kolam renang ini juga difasilitasi dengan permainan air layaknya sebuah waterboom.
Gua-gua karst yang berada sekitar 100 meter dari arah sebelah kanan pintu gerbang
Gazebo untuk bersantai bersama keluarga sambil menikmati makanan ringan. Terdapat juga pusat jajanan tradisional makanan khas Sulsel misalnya sop saudara dan ikan bakar.

Dufan Mattampa

Dufan Mattampa

WiSata BaNtiMurunG MaRos

BanTimuruNg....

murung2Berawal dari kata Bentimerrung inilah kemudian berubah bunyi menjadi Bantimurung. Penemuan air terjun tersebut membuat rencana pembuatan jalan tidak dilanjutkan. Malah, daerah di sekitar air terjun tersebut dijadikan sebagai sebuah perkampungan baru dalam wilayah Kerajaan Simbang. Kampung ini dikepalai oleh seorang kepala kampung bergelar Pinati Bantimurung.

Saat ini, Bantimurung menjadi salah satu kecamatan dalam wilayah
Kabupaten Maros, begitu pula Simbang. Sedangkan air terjun Bantimurung menjadi kawasan wisata alam. Air terjun ini berasal dari luapan air yang mengalir jatuh dari atas, merambah batu cadas dengan ketinggian kurang lebih 30 meter dari permukaan tanah. Air terjun ini menggemuruh sepanjang hari sehingga menjadikannya tempat rekreasi yang sangat populer.

Kawasan wisata alam Bantimurung terletak di lembah bukit kapur.
Dikelilingi pemandangan indah dan berhawa sejuk. Lokasi ini mudah dicapai karena kendaraan umum dari dan ke lokasi selalu tersedia. Apalagi jaraknya hanya sekitar 12 kilometer dari ibukota Kabupaten Maros, atau sekitar 45 kilometer dari pusat kota Makassar.

Selain air terjun, terdapat objek wisata lain di sekitar kawasan ini yakni goa mimpi dan goa batu. Goa mimpi merupakan salah satu tempat yang digemari. Karena di dalam goa terdapat stalaktit (relief batu yang terbentuk dari tetesan air dan menggantung di atas langit-langit goa) indah dengan kumpulan kristal.

Di sekelilingnya diterangi lampu sehingga memperindah suasana di dalam goa. Inilah yang membuatnya disebut goa mimpi karena ketika berada di dalamnya, kita seakan-akan berada dalam mimpi. Selain itu, kondisi alam tropis yang subur menjadikan kawasan ini sebagai pemukiman ideal bagi berbagai jenis kupu-kupu. Saat ini tercatat sekitar 150 spesies kupu-kupu yang hidup di sini. Beberapa diantaranya merupakan spesies khas yang sulit ditemui di daerah lain. Tak heran bila tempat ini pernah terpilih sebagai pelaksana konferensi internasional kupu-kupu.

Dalam mempromosikan kawasan wisata alam Bantimurung, Pemerintah Daerah Kabupaten Maros pernah membuat akronim nama Bantimurung yang mirip parodi yaitu: Banting Murung, tempat anda membanting kemurungan.

PasIR PuTih _TaNjuNg BiRa_

TaNjuNg BiRa.....

Terkenal dengan pantai pasir putihnya yang cantik dan menyenangkan. Airnya jernih, baik untuk tempat berenang dan berjemur. Disini kita dapat menikmati matahari terbit dan terbenam dengan cahayanya yang berkilau nenbersit pada hamparan pasir putih sepanjang puluhan kilometer.

Pantai bira yang sudah terkenal hingga mancanegara, kini sudah ditata secara apik menjadi kawasan wisata yang patut di andalkan. Berbagai sarana sudah tersedia, seperti perhotelan, restoran, serta sarana telekomunikasi, pantai bira berlokasi sekitar 41 km kearah timur dari kota bulukumba. dengan pelabuhan penyeberangan fery yang menghubungkan daratan Sulawesi Selatan dengan pulau selayar.

Tanjung Bira merupakan pantai pasir putih yang cukup terkenal di Sulawesi Selatan. Pantai ini termasuk pantai yang bersih, tertata rapi, dan air lautnya jernih. Keindahan dan kenyamanan pantai ini terkenal hingga ke mancanegara. Turis-turis asing dari berbagai negara banyak yang berkunjung ke tempat ini untuk berlibur.

Pantai Tanjung Bira sangat indah dan memukau dengan pasir putihnya yang lembut seperti tepung terigu. Di lokasi, para pengunjung dapat berenang, berjemur, diving dan snorkling. Para pengunjung juga dapat menyaksikan matahari terbit dan terbenam di satu posisi yang sama, serta dapat menikmati keindahan dua pulau yang ada di depan pantai ini, yaitu Pulau Liukang dan Pulau Kambing.

Tanjung Bira terletak di daerah ujung paling selatan Provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba.

Tanjung Bira terletak sekitar 40 km dari Kota Bulu Kumba, atau 200 km dari Kota Makassar. Perjalanan dari Kota Makassar ke Kota Bulukumba dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan umum berupa mobil Kijang, Panther atau Innova dengan tarif sebesar Rp. 35.000,-. Selanjutnya, dari Kota Bulukumba ke Tanjung Bira dapat ditempuh dengan menggunakan mobil pete-pete (mikrolet) dengan tarif berkisar antara Rp. 8.000,- sampai – Rp. 10.000,-. Total waktu perjalanan dari Kota Makassar ke Tanjung Bira sekitar 3 – 3,5 jam.

Jika pengunjung berangkat dari Bandara Hasanuddin, langsung menuju ke terminal Malengkeri (Kota Makassar) dengan menggunakan taksi yang tarifnya sekitar Rp. 40.000,-. Di terminal ini kemudian naik bus tujuan Bulukumba atau yang langsung ke Tanjung Bira.

Di kawasan wisata Tanjung Bira, angkutan umum beroperasi hanya sampai sore hari. Jika pengunjung harus kembali ke Kota Makassar pada sore itu juga, di sana tersedia mobil carteran (sewaan) dengan tarif Rp. 500.000,-. Biaya tiket masuk ke lokasi Pantai Tanjung Bira sebesar Rp. 5.000,-.

Kawasan wisata Pantai Tanjung Bira dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti restoran, penginapan, villa, bungalow, dan hotel dengan tarif mulai dari Rp. 100.000,- hingga Rp. 600.000,- per hari. Di tempat ini juga terdapat persewaan perlengkapan diving dan snorkling dengan tarif Rp. 30.000,-.

Bagi pengunjung yang selesai berenang di pantai, disediakan kamar mandi umum dan air tawar untuk membersihkan pasir dan air laut yang masih lengket di badan. Bagi pengunjung yang ingin berkeliling di sekitar pantai, tersedia persewaan motor dengan tarif Rp. 65.000,-. Di kawasan pantai juga terdapat pelabuhan kapal ferry yang siap mengantarkan pengunjung yang ingin berwisata selam ke Pulau Selayar.

Kamis, 03 Juni 2010

PuLau SamALoNa


Samalona.....


Dari memancing, berjemur sampai snorkling, atau membaca buku sambil menikmati keindahan pemandangan sekitar
DAENG Jalling menyapa ramah di dermaga kayu, pintu masuk pulau Samalona. Lelaki 65 tahun ini menawarkan kepada tamu tempat menginap, ikan bakar, atau perlengkapan snorkling. Tamu merupakan berkah bagi warga Samalona. Sejauh pengunjung melangkah, warga langsung menawarkan jasa.

Menginjakkan kaki di pulau, pengunjung disambut hamparan pasir putih dengan pepohonan yang menutup pandangan sisi lain pantai. Jumat, 28 Mei 2010 lalu pengunjung tak begitu ramai. Ini tak mengurangi keindahan pantai pasir putih dan pemandangan sekitar pulau serta riak air yang menepi.


Berada di pulau ini, aktivitas bisa dilakukan sembari menanti dan menonton keindahan matahari terbit atau tenggelam. Saat berada di tengah pulau, sisi tepi pantai begitu jelas terlihat. Tak rugi bermalam di pulau ini. Biaya penginapan bervariasi, tergantung vasilitas dan kapasitasnya, dari Rp 250 ribu per malam sampai Rp 1 juta per malam.
Menikmati hawa segar sembari membaca buku terasa nyaman dengan menggelar tikar di tengah pulau dibawah pohon-pohon tua pelindung sengatan langsung terik matahari, di pantai, atau di penginapan.

Ketika perut mulai keroncongan, warga siap menyediakan menu ikan bakar. Biasanya Ikan bakar ditawarkan dalam satu paket dengan nasi dan sayur plus lalapan. Harganya Rp 150 ribu untuk lima sampai enam orang. Jika ingin menambah kegiatan, bawa ikan dari Makassar dan bakar di sana ramai-ramai. Maklum kalau harus membawa ikan sendiri, penduduk Samalona kurang aktif mencari ikan. Mereka mengambil ikan biasanya dari nelayan atau pasar di Makassar.

Era tahun 1970 hingga pertengahan 1980, saat Samalona belum menjadi kawasan wisata, mata pencaharian warga adalah nelayan. Tapi mereka kalah bersaing dengan nelayan dari pulau lain. Satu persatu nelayan beralih profesi melayani kebutuhan pengunjung.

Ketika hawa panas mulai terasa, pantai hanya berjarak sekitar 15 meter dari tengah pulau. Alternatifnya, berenang, menyewa perahu untuk memancing ke tengah laut atau menikmati pemandangan bawah laut alias senorkling. Peralatan snorkling bisa disewa Rp 25 ribu per hari atau membawa sendiri.


Untuk dikatakan sebagai kawasan wisata profesional, Samalona memang masih jauh. Samalona akan lebih menarik jika lebih ditata. Dengan begitu, warga tak perlu lagi secara bergantian menawarkan jasa kepada pengunjung yang ingin menikmati suasana bahari dan keindahan Samalona.


Sempit Tapi Bisa Eksotis

SAMALONA memiliki luas kurang lebih 2,34 hektar. Pulau di Selat Makassar berada di sebelah barat daya pantai barat Sulawesi Selatan, atau sekitar dua kilometer sebelah barat kecamatan Wajo. Secara administratif Samalona masuk wilayah administrasi Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Dari benteng tua Fort Rotterdam pulau sudah tampak terlihat. Perlu sekitar 30 menit perjalanan menggunakan perahu kayu bermesin tempel mencapainya. Kemegahan gedung di Kota Angin Mamiri tampak jelas dari pulau ini. Begitupula pulau-pulau kecil disekitarnya. Sehingga dari pulau ini, pelancong bisa melanjutkan perjalanan wisatanya ke pulau terdekat lain.

Sayang warga Samalona tak menyediakan fasilitas jetski. Penyewaan alat kurang dikelola secara profesional. Bangunan penduduk kurang tertata. Penempatan berbagai kebutuhan warga yang sembarangan jelas mengurangi keindahan dalam pulau. Padahal potensi wisata eksotis bisa didapat jika pengelolaannya lebih baik lagi.